- Admin Dinkes
- Selasa, 10 September 2024
- 82
Pentingnya Melakukan Deteksi Dini HIV Pada Ibu Hamil
HIV tak hanya berdampak buruk pada kondisi fisik penderitanya, tapi juga kondisi mentalnya. Menerima kenyataan dirinya terinfeksi HIV bukanlah hal yang mudah bagi ibu hamil. Apalagi jika ia juga menghadapi stigma dari orang-orang di sekitarnya, yang dapat mengakibatkan ketakutan, kecemasan, serta perasaan terisolasi. Dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menghubungkan penderita dengan layanan perawatan, pengobatan, dan konseling.
Pada wanita hamil HIV dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, seperti preeklamsia yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urin, keguguran dan melahirkan prematur. Wanita hamil yang terinfeksi HIV bisa diketahui seperti Kondisi fisik lemah, Ruam pada kulit, Bisul di sekitar alat kelamin, Pembengkakan pada kelenjar getah bening. Ciri lain yang mungkin timbul seperti :
· Nyeri otot dan sendi,
· Diare dan sakit tenggorokan
· Gejala amenore dan herpes,
· Penurunan berat badan secara drastic
· Bintik putih pada lidah
· Penglihatan berkurang
Selain berdampak buruk pada ibu, HIV juga mempengaruhi janin yang dikandungnya. Bayi memiliki risiko lebih tinggi tertular, membuatnya rentan terhadap infeksi virus dan bakteri penyakit, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, bahkan kematian. Bayi yang terinfeksi HIV juga berisiko tinggi lahir dengan berat badan lahir rendah, serta mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya.
Sebagai langkah pertama, pemeriksaan HIV pada ibu hamil harus dilakukan sejak awal kehamilan untuk menentukan status HIV ibu hamil, biasanya pada trimester pertama kehamilan, dan bukan merupakan bagian dari medical check up pada umumnya. Jika status HIV ibu hamil negatif tapi memiliki risiko penularan yang tinggi, maka dapat dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester ketiga.
Yang dimaksud dengan risiko penularan yang tinggi adalah memiliki pasangan yang menderita HIV, atau memiliki riwayat risiko tinggi, seperti melakukan hubungan seksual tidak aman atau pengguna narkoba suntik. Tes HIV tambahan dapat dilakukan untuk memastikan ibu benar-benar terbebas dari infeksi HIV pada awal kehamilan.
Namun, jika status HIV ibu hamil positif, langkah-langkah perawatan yang tepat dan pengobatan harus segera dimulai untuk meminimalisir risiko penularan pada bayi. Berbagai jenis skrining HIV yang umum dilakukan, antara lain:
Tes Antibodi
Tes ini untuk mendeteksi kadar antibodi dalam tubuh sebagai respon terhadap infeksi HIV. Tes ini harus dilakukan dalam waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi dalam darah cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.
Tes Antigen
Tujuannya untuk mendeteksi kadar protein p24 yang merupakan bagian dari virus HIV. P24 biasanya diproduksi dalam tubuh 2-6 minggu setelah terinfeksi virus HIV.
Jika hasil tes HIV menunjukkan ibu hamil positif HIV, maka pengobatan dengan terapi obat antiretroviral (ARV) harus segera dimulai. Tujuannya adalah menurunkan kadar virus HIV dalam tubuh ibu untuk meningkatkan daya tahan tubuh dalam melawan infeksi HIV, serta meminimalkan risiko penularan pada bayi. Namun, pilihan pengobatan ARV harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ibu hamil. (AD)